Pembagian warisan sering kali menjadi hal sensitif dalam keluarga. Tak jarang, niat baik justru berubah menjadi konflik panjang yang memecah silaturahmi. Lantas, bagaimana jika seseorang memilih tidak mengambil jatah warisan demi menjaga keharmonisan keluarga? Apakah tindakan tersebut dibenarkan dalam Islam?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita bahas lebih dalam, dikutip dari berbagai sumber.
Warisan dalam Islam: Lebih dari Sekadar Harta
Sebelum membahas boleh-tidaknya menolak warisan, penting memahami dasar hukum waris dalam Islam. Warisan bukan sekadar pembagian harta benda, melainkan amanah syar’i yang harus dilaksanakan sesuai ketentuan Allah SWT.
Harta warisan mencakup seluruh kepemilikan almarhum, seperti tanah, rumah, kendaraan, atau hak-hak sah lainnya. Proses pembagiannya dilakukan setelah:
1. Menyelesaikan utang pewaris.
2. Menunaikan wasiat (jika ada, maksimal 1/3 harta).
3. Memenuhi kewajiban lain (seperti biaya pemakaman).
Allah SWT telah mengatur pembagian warisan secara rinci dalam Surah An-Nisa ayat 11:
يُوۡصِيۡكُمُ اللّٰهُ فِىۡۤ اَوۡلَادِكُمۡ
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu.”
Setiap ahli waris berhak mendapat bagian yang telah ditetapkan, tanpa boleh dikurangi atau dilebihkan. Prinsipnya adalah keadilan siapa yang berhak, dialah yang menerima.
Menolak Warisan: Bolehkah dalam Islam?
Kasus seseorang yang “tidak mengambil warisan” biasanya dilatarbelakangi oleh:
– Keinginan menghindari konflik.
– Rasa sungkan terhadap keluarga.
– Niat membantu kerabat yang lebih membutuhkan.
Dalam hukum waris Islam, hak waris bersifat ijbari (otomatis melekat pada ahli waris setelah pewaris wafat). Artinya:
– Hak waris tidak perlu disetujui terlebih dahulu.
– Tidak bisa ditolak kecuali dengan mekanisme tertentu.
Jika seseorang memilih “tidak mengambil warisan”, sebenarnya yang terjadi adalah:
1. Ia tetap menerima haknya secara hukum, lalu
2. Menghibahkan (memberikan) bagiannya kepada ahli waris lain atau keluarga, dengan syarat:
– Dilakukan setelah harta dibagi sesuai ketentuan syariat.
– Atas kemauan sendiri, tanpa paksaan atau tekanan.
– Tidak ada unsur manipulasi atau pemaksaan terhadap pihak lain.
Hikmah dan Pertimbangan
Islam mengakomodasi keputusan untuk tidak mengambil warisan jika tujuannya:
Menjaga silaturahmi (misalnya: saudara yang rela memberi bagiannya kepada adik yang kurang mampu). Bersedekah atau membantu keluarga yang membutuhkan. Namun, penting diingat: Keputusan ini harus diambil secara sadar dan sukarela. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan atau dipaksa. Lebih baik diselesaikan dengan musyawarah dan transparansi.
Kesimpulan Menolak warisan boleh dilakukan asalkan: 1. Hak waris sudah jelas dan dibagi sesuai syariat. 2. Keputusan berasal dari kesadaran penuh, bukan paksaan. 3. Bertujuan untuk kebaikan, seperti menjaga hubungan keluarga atau membantu kerabat.
Dengan demikian, Islam tetap menjunjung keadilan sekaligus keluwesan dalam menyikapi dinamika keluarga. Yang terpenting, semua pihak berpegang pada syariat dan keikhlasan agar warisan tidak menjadi sumber permusuhan.